Buku
yang berjudul “Sudahkah Kita Tarbiyah?” yang ditulis oleh Eko Novianto terdiri
dari 22 point penting. Dari 22 Point tersebut hanya beberapa bagian saja yang
di tulis kembali mengenai ringkasan buku ini. Ringkasan yang mudah-mudahan bisa
menggambarkan secara umum tentang isi buku “Sudahkah Kita Tarbiyah?”
Kegagalan tarbiyah bisa terjadi
ketika proses tarbiyah itu sedang dilakukan, tetapi juga di awal proses serta
kesalahan persepsi tentang tarbiyah itu sendiri. Ada lima kesalahan persepsi
tentang tarbiyah, yaitu tarbiyah dianggap sebagai transfer ilmu, murabbi adalah
segala-galanya, proses indoktrinasi dan dominasi, sistematika dan metodologi
tarbiyah dipersepsikan sebagai hal yang baku, dan kecenderungan untuk melakukan
“kloning” murabbi.
Selanjutnya coba kita tanya kembali
ke dalam diri kita, apakah kita sudah tarbiyah?. Dalam buku ini dijelaskan
bahwa seseorang dikatakan sudah tarbiyah, yaitu :
1. Jika kita mengembangkan sikap
terbuka terhadap perubahan, inilah hasil akhir dari tarbiyah itu sendiri.
2. Jika kita menjadi insan yang
tegas dalam prinsip memiliki determinasi yang tinggi, sabar, dan ulet,
serta tidak dapat diprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan
kontraproduktif.
3. Jika kita menjadi pribadi yang
aktif
4. Jika kita menjadi yang memiliki
sikap mawas diri, tarbiyah menjadikan seseorang memiliki kesadaran bahwa
berjamaah atau berorganisasi tetaplah lebih baik daripada sendiri dengan
kelemahan dan keunggulan pribadi.
5. Jika sudah menjadi pribadi yang
mandiri, yang bukan tergantung pada orang lain
6. Jika kita adalah sosok yang
berperasaan, tetapi tidak emosional.
7. Jika kita sanggup belajar dari
kesalahan.
8. Jika hidup di masa sekarang,
bersikap realistis, dan berpikr relatif
Hal yang
berperan penting dalam banyak hal adalah orientasi, termasuk tarbiyah.
Orientasi menentukan seberapa ‘nilai’ diri kita hari ini dan bahkan menentukan
pula seberapa jauh kita akan beranjak dari titik di mana kita berada hari ini.
Dinamika
dakwah dalam tarbiyah adalah kawan akrab dalam perjuangan. Faktanya, tak ada perjuangan
yang tak tertampar dinamika. Perjuangan tanpa dinamika adalah keangkuhan. Semoga
kita mampu memahami dan cermat terhadap dinamika dakwah.
Adakalanya
suatu masa kita menghindari pertemuan dengan ikhwah dan tidak menikmati
informasi yang didapat. Penyebabnya mungkin karena overload informasi, segala sesuatu yang berlebihan senantiasa tidak
baik. Demikian pula halnya dengan akses informasi. Minimnya informasi memang
akan menghambat kita dalam hal inisiatif, kreativitas, dan kegiatan dakwah.
Tetapi, overload informasi juga bukan keadaan ideal. Reaksi negatif dalam
komunikasi tersebut di atas setidaknya mengisyaratkan tentang bahaya dari
keadaan tersebutyang mengancam kesinambungan gerak dakwah. Oleh karena itu,
perlu kejelasan ruang lingkup tugas merupakan tahap awal menghindarinya.
Memperjelas alur informasi, wewenang pengawasan, dan otoritas evaluasi
merupakan fondasi yang kuat sebagaimana fondasi bagi sebuah bangunan.
Dalam
perjalanan dakwah, banyak kita temukan beberapa pelanggaran syar’i yang dilakukan
oleh kader dakwah. Ini jadi penentu dalam melihat kualitas kader. Penurunan
kualitas kader memang menyesakkan dada. Namun, bukan tidak mungkin dengan itu
manajemen dakwah dapat pembelajaran yang sangat berharga dari
kesalahan-kesalahan kader dakwah. Dalam hal ini, terdapat tiga alternatif
tindakan yang bisa kita lakukan. Ketiganya adalah antisipatif, responsif, dan
kuratif.
Institusi dakwah kita adalah
wadah untuk ketenangan dan kebahagiaan. Ia adalah tempat di mana kita berkumpul
dengan orang-orang saleh, dan orang-orang baik. Tetapi, di tengah kesamaan
tersebut, bukan berarti tidak ada perbedaan karena kita tidak berasal dari
daerah, dan latar belakang tumbuh yang sama. Kita memilki latar belakang
organisasi yang beragam dan perbedaan fokus pendidikan. Di tengah perbedaan,
sangat mungkin timbul berbagai pertanyaan. Seorang kader yang disiplin
potensial akan mempertanyakan kader yang sering terlambat. Ikhwan dan akhwat
yang memiliki segudang aktivitas ‘memprotes’ saudaranya yang dianggapnya masih
memiliki banyak waktu luang. Suatu kemarahan saja dari jenis kezaliman ini
cukup meluluhlantakkan hubungan persaudaraan kita dan sudah sangat memadai
untuk menimbulkan keretakan barisan dan memperlambat pertumbuhan pergerakan
dakwah. Sebaliknya cinta akan melahirkan cinta.
Semoga Allah menjaga
kita semua, karena di tangan dan hati kita sebagian persoalan umat terbebankan.
Mari kita hargai ikhwah dari keunggulannya, bukan menilai ikhwah dari
kelemahannya. Karena, itulah tanda-tanda bahwa kita telah tarbiyah