Penulis: Dhelvita Sari
Khalid
bin Walid, salah satu tentara muslim dalam perang Mu’tah. Rasul telah
mengangkat Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin
Rawahah untuk menjadi panglima dalam perang ini. Namun, pihak musuh
terlalu kuat. Tentara Romawi berjumlah 200 ribu orang, sedang jumlah
tentara muslim hanya 3 ribu orang. Sungguh tidak imbang, hingga banyak
tentara muslim yang terluka dan terbunuh. Orang kafir memenangkan
peperangan tersebut.
Setelah ketiga panglima tersebut gagal, umat
Islam sepakat mengangkat Khalid bin Walid menjadi panglima perang.
Khalid sadar tidak mungkin melawan tentara yang begitu banyak. Dia
berpikir keras mencari jalan keluar. Menurutnya, untuk memenangkan
peperangan ini, keselamatan tentara harus benar-benar diperhatikan.
Tentara Islam harus tetap utuh di tengah gelombang pasukan yang
menghadang mereka bagai ombak dan angin topan.
Khalid melakukan
perang gerilya hingga mampu memukul mundur musuh. Malam mulai gelap. Dia
begadang mengatur siasat yang efektif menghadapi jumlah musuh yang
begitu banyak dan sulit ditaklukkan ini. Ketika pagi menjelang, dia
mengubah posisi tentara. Pasukan yang tadinya mengambil posisi bagian
kanan, pindah ke bagian kiri, begitu pun sebaliknya. Dia juga menugasi
satu divisi pasukan untuk mengepung dari arah belakang dan menyulut debu
agar terus bertaburan di angkasa. Hal itu dimaksudkan agar pihak musuh
menduga akan datang tentara susulan yang siap menyerang mereka.
Selain
itu, Khalid berperang dengan bijaksana dan kepala dingin. Dia menarik
mundur pasukan secara lambat dan teratur hingga menduga ada jebakan yang
siap menanti mereka kalau berani terus mengejar. Mau tidak mau, dengan
pikiran seperti itu, pihak musuh akhirnya mundur dan kembali ke negara
mereka dengan ketakutan. Atas jasa ‘singa padang pasir’ ini, tentara
muslim selamat dari pembantaian yang sudah di depan mata. Benarlah apa
yang disabdakan Rasul saw, “sampai ketika panji itu dipegang oleh ‘saifullah’ (pedang Allah), umat Islam berhasil menundukkan mereka” (HR. Bukhari).
Itulah kisah saifullah
yang militan. Ia panglima perang yang mampu mencari solusi atas
kegagalan umat Islam dalam perang Mu’tah. Kisah Khalid merupakan salah
satu kisah sahabat yang berusaha keras, pantang menyerah, dan selalu
berupaya memperjuangkan Islam.
Apakah kamu saat ini sudah menjadi kader militan?
Militan
adalah bersemangat tinggi, penuh gairah, ketegasan diri, dan pantang
menyerah saat mendapat rintangan. Rintangan justru menjadi jalan baginya
untuk banyak belajar mencari ide-ide untuk perbaikan, baik perbaikan
diri maupun perbaikan umat.
Mentoring salah satu alternatif yang
tetap konsisten saat ini melahirkan generasi-generasi muda yang militan,
tangguh, dan cerdas. Militan dalam berjuang, untuk terus
perbaiki diri menjadi pribadi muslim unggul. Tangguh menghadapi
tantangan hidup, terciptanya kekuatan dalam diri untuk tegar dalam
setiap masalah. Cerdas dalam bertindak, hingga masalah selesai dengan
kebijaksanaan.
Mentoring bukan training kilat yang menghasilkan kader instan.
Perilaku dan karakter unggul tidak dapat tercipta dalam waktu seminggu
dan sebulan tapi butuh proses lama. Mentoring dilakukan rutin pekanan
dalam pertemuan, dan rutin harian oleh setiap diri untuk terus menyalakan lentera hati dan mencharger semangat diri.
Pribadi unggul tak kenal henti
Mencari ilmu
Dan melejitkan potensi yang terpendam
“Hendaklah
kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan
al-kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (Q.S. Ali Imran :
79).
Program
Tutorial Universitas pendidikan Indonesia (UPI) merupakan salah satu
lembaga yang membina dan mencetak generasi-generasi muda khususnya
mahasiswa-mahasiwa baru di UPI menjadi pribadi yang berakhlak baik,
religius dan cerdas. Ini sesuai dengan motto UPI salah satunya religius.
Setiap semester, di hari sabtu dan minggu masjid Al-Furqon UPI tidak
pernah sepi, selalu dipenuhi oleh mahasiswa UPI yang mengikuti tutorial.
Program
yang menjadi kebanggaan Program Tutorial yaitu bina kader (BINDER).
Mahasiswa yang menjadi binder diseleksi, mereka harus mengikuti
wawancara dan tes tulis. Peserta binder adalah perwakilan dari
setiap kelas, yang nantinya menjadi kader dakwah di kelasnya
masing-masing. Para peserta binder dibina setiap pekan dari segi fikriyah, jasadiyah , dan ruhiyah.
Peserta
binder diharapkan menjadi kader militan setelah mengikuti Program
tutorial. Mereka ditraining setiap pekan dengan materi training
pengembangan diri, motivasi, leadership, dan lain-lain. Apel
siaga binder dan road to binder (RTB) juga menjadi salah satu kegiatan
penunjang pembentukan karakter militansi peserta binder.
Intinya sih, militan tidak akan hadir tanpa pembinaan. Mentoringlah yang menjadi dasar utama pembentuk pribadi militansi.
Mentoring solusi tuk perbaiki diri.
Jadi kader militan bukan kader instan.
Semangat untuk berubah !!