Kisah seorang ibu yang berhasil mendidik putar-putrinya menjadi penghafal Al-qur’an.
Kehidupan masa remaja wiwi dan tamim lurus terjaga hingga kedua insan ini akhirnya dipersatukan dalam mahligai rumah tangga karena Lillah. Rumah tangga yang kini telah mencetak generasi-generasi rabbani, pecinta Al-qur’an. Inilah yang akan diraih bagi mereka yang menjadikan cinta karena Lillah. Semua akan indah, merekah dalam kasih Illah dalam setiap nafas.
Proses Ta'aruf yang Benar, InsyaAllah Merakah Indah Dalam Kasil Ilah |
Memilih pasangan dengan pertimbangan-pertimbangan diniyah, merupakan modal dasar untuk melangkah dengan harmoni.
Rasulullah bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara, karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang baik dalam agamanya agar berkah kedua tanganmu (kehidupanmu).” (HR. Muslim)
Demikianlah islam mengatur bahwa sakinah mawaddah dan rahmah bagi pasangan yang hendak menikah, diawali dari niat yang berlandaskan niat rabbaniyah, kebaikan agama. Tampaknya, hal itu pula disadari oleh Wiwi dan Tamim. Niat untuk bersih di dalam proses pernikahan pun menjadi awal yang baik dan keberkahan bagi proses membangun rumah tangga.
Wiwi mengisahkan bahwa saat remaja, sebagaimana layaknya remaja lain, ketertarikan kepada lawan jenis tentu tidak bisa dihindarkan. Dia pun mengalaminya. Wiwi yang aktivis dan cerdas tentu menarik bagi banyak remaja pria sebayanya. Akan tetapi, bukan perasaan senang yang muncul dalam hatinya, melainkan rasa takut. Takut kalau-kalau keberadaannya yang menarik perhatian teman-teman prianya itu akan mendatangkan fitnah.
Ketakutan bahwa dirinya akan menimbulkan fitnah bagi orang lain, diiringi dengan semakin takutnya dia terjerumus, semakin menjadi ketika salah seorang teman prianya berkata, “Jika aku tidak bisa menikah denganmu maka aku tidak akan menikah!”
Dalam sebuah kesempatan training PII, dia bertemu dengan Mutamimul ‘Ula. Rupanya di situ awal cinta bersemi. Ketertarikan pada lawan jenis adalah fitrah semua manusia. Wiwi merasakan perasaan yang berbeda pada Mutamimul ‘Ula saat itu. Perasaan takut Wiwi akan terjerumus kepada perbuatan maksiat kembali mendera. Dia merasa berdosa, tersiksa hingga beberapa tahun lamanya. Setiap kali shalat malam, Wiwi menangis dan dalam tangisnya dia berdo’a, “Ya Allah, saya telah berdosa. Ampunilah saya. Saya sudah berkomitmen pada prinsip-prinsip dakwah. Saya tidak menyukai cara ini!”
Sebagai seorang muslimah yang taat, dia memahami pesan Allah tentang hubungan lelaki-perempuan yang bukan mahram. Wa la taqrabu zina, innahu kana fahisyatan wa sa’a sabila, “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Isra’, 17:32)
Seperti remaja pada umumnya, Wiwi menganggap bahwa dirinya masih jauh dari rencana menikah. Dia berencana menikah pada usia 25 tahun. Meskipun mereka berjauhan, Wiwi di Bandung dan Tamim di Semarang, mereka tetap saja sering bertemu dalam aktivitas organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Jadi, solusi rabani yang akhirnya dimintanya. Dia berdo’a pada Allah, “Ya Allah, jika dia jodohku, dekatkan. Kalau jauh, jauhkanlah.”
Wiwi dan Tamim adalah seorang yang sama-sama menyibukkan diri dengan Al-qur’an dan aktivitas organisasi Islam. Bahkan, ketertarikan Wiwi kepada Mas Tamim pun lebih banyak didorong oleh latar belakang keislamannya. Wiwi dan Mas Tamim memiliki latar belakang sama-sama anggota PII sehingga Wiwi menganggap bahwa mereka sama-sama mengerti ruh perjuangan Islam. Pertimbangan-pertimbangan ukhrawi ini seirama dengan para pejuang Islam terdahulu, bahwa memilih pasangan bukanlah semata persoalan duniawi tetapi sebuah investasi akhirat.
Alasan ketertarikan kepada suaminya kala itu lebih kepada faktor sama-sama mengerti ruh perjuangan. Wiwi juga mengagumi kepahaman agama Tamim yang bagus. Apalgi, penguasaan terhadap Al-Qur’an yang bagus dipadu dengan latar belakang akademis yang umum. Memadukan pikir dan zikir. Kepemimpinan Tamim yang kuat sebagai ketua PBII waktu itu juga menarik hati Wiwi.
Tampaknya Allah telah menakdirkan jodoh bagi Witrianingsih adalah Mutamimul ‘Ula. Ketika dia duduk di tingkat tiga Universitas Padjajaran Bandung dan tingkat empat Universitas islam Bandung, Mutamimul ‘Ula melamar. Dia melamar Wirianingsih dengan penuh kesederhanan. Dalam persoalan pernikahannya pun, Wiwi menganggap bahwa semuanya berada dalam garis dakwah. Saat itu, Wiwi sedang mendapat tugas ke Salatiga untuk menjadi instruktur training PII se-Jawa Tengah. Wiwi awalnya akan berangkat dengan temannya, tetapi temannya urung datang, justru Tamim dan kakanya yang datang. Melihat Wiwi yang akan berangkat sendirian, kakak Tamim berinisiatif , “Sudah, dihalalkan saja, kamu nikahi Wiwi, dan antar ke Salatiga, kasihan kalau harus jalan jauh sendirian.” Tamim berpikir keras. Kemudian, dia berkata, “Kita sama-sama shalat malam lalu nanti kita pleno-kan.” Mereka berdua shalat malam di tempat masing-masing, lalu setelah itu digelar rapat pleno bersama teman-teman PII yang lain untuk membicarakan rencana pernikahan mereka. Kemudian, para anggota rapat menanyakan kesediaan Wiwi. Wiwi bimbang sebab menikah di usia sebelum 25 tahun sungguh di luar rencana hidupnya.
Akhirnya Wiwi berkata, “Terserah Bapak saya saja, jika beliau mengatakan ya, saya bersedia.” Akhirnya, Wiwi urung pergi ke Salatiga. Tamim beserta dua orang temannya menghadap ayah Wiwi, mengutarakan niatnya untuk menikahi Wiwi sebagai Istri dan teman seperjuangan. Jawaban yang didapatnya adalah, “Bismillah, nikah saja, rezeki urusan belakangan.” Hati Tamim tentu terlonjak gembira, Wiwi berbunga-bunga bercampur rasa takut luar biasa. Pad siang harinya, berkumpulah 25-30 orang yang sebagian besar adalah pengurus besar PII dan tetangga sekitar rumah, untuk menyaksikan akad Tamim dan Wiwi. Usai akad, mereka lansung berangkat ke Salatiga. Mereka telah sah menjadi pasangan suami-istri mujahid dan mujahidah. Hingga kini, mereka berdua tidak pernah menyelenggarakan walimatul ‘ursy.
Teruntuk muslimah, mari kita ambil ibrohnya, sesungguhnya proses pernikahan yang benar yang hanya di niatkan karena Allah tanpa terkotori oleh nafsu syahwat InsyaAllah akan penuh berkah dalam mahligai sebuah pernikahan. Kita tidak bisa memungkiri bahwa cinta anugerah yang telah diberikan Allah kepada setiap hati manusia. Namun persoalannya adalah bagaimana cinta itu dikelola dengan cara yang benar dan diridhai-Nya.
Cinta yaitu Cerita Indah Nan Tiada Akhir, sebuah rasa yang tak bisa digambarkan namun hanya bisa dirasakan. Setiap hati-hati yang tersinggahi cinta, biasanya terjadi perubahan-perubahan pada diri. Kini tergantung pemilik hati itu mengelola anugerah cinta tersebut. Biarkan Cinta itu tersimpan dalam hati, serahkan pada Allah. Allah Maha Mengetahui, bahkan yang terbaik untuk diri kita.
Ukhtifillah, Muslimah dimanapun. Jagalah sikap dan perilaku kita, agar tak ada hati-hati ikhwan yang terkotori. Biarkan Allah yang memilih jodoh untukmu wahai saudariku, kini tinggal kita perbaiki diri dan menjadi pribadi yang baik. Jika saatnya sudah tepat, jodoh datang kepadamu maka pilihlah cara/proses yang benar agar proses ta'aruf menuju pernikahan di ridhai Allah dan tidak menimbulkan fitnah. Pernikahan dengan proses yang benar dan diridhai Allah, InsyaAllah akan penuh Berkah. Seperti kisah Wiwi, seorang akhwat yang berusaha menjaga hatinya agar tak mendekati dosa. Proses pernikahan yang baik maka akan berbuah kebaikan dan keberkahan di dalam rumah tangga. Wiwi telah membuktikannya, kini ia telah berhasil melahirkan dan mendidik putra-putrinya menjadi penghafal Al-Qur'an. Tak inginkah dirimu demikian wahai ukhti ? Menjadi ibu yang melahirkan generasi-generasi Qur'ani
Segores tulisan dari Insan yang berharap menjadi salah satu ibu yang bisa melahirkan dan mencetak generasi-generasi Rabbani, pecinta Al-Qur'an. Aamiin...^^
Ukhtifillah..
Semua akan Indah Pada Waktunya...!!
Jagalah Hati dan Perilaku
Agar tak ada yang Terjerumus ke dalam Dosa
Yuk.. kita jalani proses ta'aruf yang benar
Agar merekah kasih Illah
Membingkai Cinta karena Lillah
Agar meraih derajat taqwa
Dalam membina mahligai rumah tangga
Dalam membina mahligai rumah tangga